Endek Mastuli: Tenun Sutra Khas Desa Kalianget, Proses, Fungsi, dan Keunikan Motifnya
17 Mei 2025 12:25:47 WITA
Keindahan Endek Mastuli dari Desa Kalianget: Warisan Budaya Bali Utara
Endek Mastuli adalah kain tenun ikat khas Bali yang berasal dari Desa Kalianget, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng. Kain ini ditenun menggunakan benang sutra asli tanpa campuran, menjadikannya lebih ringan, halus, dan mengkilap dibandingkan endek berbahan katun atau poliester.
Menjadi warisan leluhur, tenun Endek Mastuli tidak hanya berfungsi sebagai produk kerajinan, tetapi juga memiliki nilai sakral dan budaya bagi masyarakat setempat. Dikenal karena kualitas dan keunikan motifnya, kain ini telah menjadi identitas budaya Desa Kalianget dan memiliki nilai jual tinggi karena proses pembuatannya yang masih menggunakan teknik tenun ikat tradisional.
Jika Anda ingin mengenal lebih dalam apa saja alat dan bahan yang digunakan, proses pembuatan, dan fungsi dari endek mastuli, baca selengkapnya pada artikel ini.
Endek Mastuli merupakan kain tenun ikat khas Desa Kalianget, yang dibuat menggunakan benang sutera asli (benang Mastuli) dan pewarna sintetis jenis basis dye. Proses pembuatannya melibatkan berbagai alat tradisional seperti ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin), pengeliingan, palet, alat catri (untuk pencatrian), penamplikan, gegirik, pemapalan, pengeboman lungsin, dan penyucukan. Keahlian para perajin lokal dalam mengolah alat dan bahan ini menghasilkan motif-motif khas yang menjadi ciri Endek Mastuli, antara lain motif keplok/ceplok, motif dobol, motif penyu, motif cegcegan, motif garis jumputan, motif pinggiran, motif dobol endek, motif pelangi, dan motif pot sungenge. Setiap motif memiliki keunikan tersendiri yang memperkaya nilai seni dan budaya dari kain tenun ini. Endek Mastuli tidak hanya menjadi simbol kearifan lokal, tetapi juga potensi unggulan Desa Kalianget yang patut dikenalkan lebih luas.
Berikut merupakan proses Pembuatan Kain Endek Mastuli Khas Bali dari Desa Kalianget
Pewarnaan Benang Lungsin
Proses pewarnaan benang dimulai dengan merebus 24 gram bubuk pewarna basa dengan 2–3 liter air selama 15–30 menit agar warna larut sempurna. Setelah itu, air rebusan didinginkan sedikit dan benang dicelup serta diaduk selama beberapa menit, lalu direbus kembali bersama sisa pewarna selama satu jam atau lebih. Untuk memperkuat daya serap warna, ditambahkan beberapa tetes asam cuka (Acetic acid), kemudian benang dicuci dengan air bersih sebelum ditiriskan.
Ngebom (Menggulung Benang Lungsin)
Sebelum proses pengeboman, benang digulung pada kelos dan ditata vertikal di gegirik besar yang menampung hingga 200 kelos, namun perajin Desa Kalianget biasanya menggunakan 100 kelos sekali ngebom. Benang kemudian ditarik ke sisir pengeboman dengan bantuan jarum rajut, lalu dikaitkan pada 29 paku pengait di roda penggulung untuk diputar. Setiap pengait diisi benang, menghasilkan sekitar 2.900 helai benang lungsin dalam sekali ngebom, dengan putaran antara 50 hingga 100 kali untuk menghasilkan satu lembar kain. Terakhir, benang lungsin dipindahkan ke alat penggulung ATBM yang terletak di bagian belakang alat pengeboman.
Nyucuk (Memasukkan Benang Lungsin pada ATBM)
Nyucuk adalah proses memasukkan benang lungsin pada guun dan sisir di ATBM. Proses pengerjaannya tergolong rumit, waktu yang dibutuhkan bisa mencapai 1 hari dengan ditangani oleh dua orang.
Ngeliing Benang Pakan
Ngeliing merupakan proses penataan atau penggulungan benang pakan pada palet sebelum dipindahkan ke alat penamplikan. Alat pengeliingan terdiri dari pengeretekan dan undar, benang yang akan diliing di rentangkan pada undar, kemudian dikaitkan ke palet yang diletakkan pada besi poros yang ada di pengeretekan, sehingga ketika pedal pemutar dari pengeretekan digerakkan akan membuat benang yang ada di undar secara otomatis menggulung ke palet.
Mebed (Pengikatan Motif)
Sebelum proses pengikatan, benang dari palet dipindahkan ke alat penamplikan melalui beberapa tahap. Perajin di Desa Kalianget menyiapkan 30 palet benang pakan di gegirik untuk sekali proses mebed, yang menghasilkan enam lembar kain. Benang dari palet ditarik bersamaan dan digulung ke penamplikan, yang memiliki 71 baris gulungan, masing-masing terdiri dari 4 lapis berisi 30 helai benang, total 120 helai per baris. Setelah itu, dilakukan proses mebed atau pengikatan sesuai motif, yang memakan waktu setengah hari lebih tergantung tingkat kerumitannya.
Pewarnaan Benang Pakan
Dalam proses pewarnaan benang pakan sama seperti yang dilakukan pada benang lungsin. Namun, disaat pencelupan warna, bagian yang diikat tali rafia tidak terkena warna. Pewarnaan pada benang pakan hanya bertujuan untuk mewarnai background atau latar belakang dari motif yang dibuat.
Nyatri (Pemberian Warna pada Motif)
Nyatri adalah proses lanjutan dari pewarnaan benang pakan. Benang pakan yang sudah kering dilepaskan ikatan-ikatan tali rafianya untuk kemudian dilakukan proses nyatri tersebut. Setiap bagian dari hasil ikatan disapukan bermacam warna yang sudah ditentukan terlebih daluhu, menggunakan peralatan berupa dua alat catri dari bahan bambu. Satu pencatrian digunakan sebagai penahan bagian bawah benang yang diberikan warna, sedangkan satunya lagi digunakan dalam pengambilan pewarna yang kemudian digosokkan pada bagian benang yang diberikan warna tersebut.
Mapal (Memisahkan Benang Pakan)
Benang-benang yang sebelumnya sudah dicatri, kemudian dipisahkan pada alat yang dinamakan dengan pemapalan. Alat ini berfungsi sebagi pemisah benang pakan tersebut menjadi 30 bagian helai lagi. Hal ini bertujuan untuk mempermudah ketika melakukan proses ngeliing kembali dan membaginya dalam beberapa palet.
Ngeliing benang pakan yang sudah dicatri
Proses ngeliing pada tahap ini sama seperti proses ngeliing di awal. Namun hasil liingan benang pakan yang sekarang telah siap untuk menuju teropong di ATBM dan melakukan proses menenun. Benang-benang pakan tersebut dibagi kembali menjadi 30 gulungan palet, yang menghasilkan 6 lembar kain atau kamben. Jadi, untuk menghasilkan satu lembar kain memerlukan 5 buah palet benang pakan.
Menenun
Diawali dengan penenun menginjak pengenjekkan guun untuk menaikkan salah satu guun, sehingga benang lungsin akan terbagi menjadi dua bagian, atas dan bawah. Selanjutnya, penenun mendorong sisir ATBM untuk menyeberangkan teropong yang membawa benang pakan menuju sela-sela antara benang lungsin atas dan bawah. Dengan sedikit tarikan terhadap benang pakan yang baru diseberangkan, penenun kemudian menarik sisir ATBM untuk merapatkan atau menyatukan benang pakan dengan lungsin.
Perkembangan Fungsi Tenun Ikat Mastuli
Fungsi atau kegunaan tenun ikat mastuli tidak hanya sebagai pelindung tubuh saja juga berfungsi dalam keseharian, dalam sosial budaya dan ekonomi. Tenun ikat mastuli selain dipergunakan seharihari juga dipergunakan dalam acara-acara penting, adat dan kebudayaan. Perkembangan fungsi tenun ikat mastuli adalah sebagai berikut.
Fungsi dalam Keseharian
Kain tenun ikat mastuli pada awalnya dipakai oleh kalangan tertentu. Kalangan tersebut adalah orang tua dan para bangsawan. Seiring perkembangan kain tenun dipergunakan dalam upacara besar keagamaan, sembahyang ke pura, acara resmi, dan juga digunakan sebagai busana. Kain tenun ikat mastuli juga digunakan oleh berbagai kalangan. Digunakan juga sebagai bahan busana berupa baju seragam. Tenun ini digunakan sebagai bahan dasar atau bahan tambahan dalam berbagai macam produk kerajinan tangan, seperti tas kantor, totebag, dompet, topi, kipas, cinderamata, masker, dll.
Fungsi dalam Sosial Budaya
Kain tenun mastuli ditinjau dari aspek sosial selain digunakan sebagai bahan penutup tubuh juga dapat dipergunakan sebagai simbol ikatan tali persaudaraan dan cindera mata. Kain tenun ikat mastuli ditinjau dari aspek budaya dipergunakan dalam berbagai upacara keagamaan dan adat di Bali.
Fungsi dalam Ekonomi
Pemasaran kain tenun ikat mastuli dijual langsung oleh pengerajin dengan pangsa pasar masyarakat sekitar dan juga masyarakat yang ada di Bali. Pemerintah mendukung produksi kain tenun ikat mastuli dengan cara mewajibkan para pegawai baik negeri maupun swasta untuk mengenakan baju berbahan tenun ikat. Hal ini berfungsi untuk melestarikan produk warisan budaya dan juga memperkenalkan keberadaan tenun ikat mastuli. Usaha yang sudah ada akan berkembang dan berpengaruh meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sumber:
[1] Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Vol. 19, No. 2, Juli 2022,"PERKEMBANGAN TENUN IKAT MASTULI DI DESA KALIANGET KABUPATEN BULELENG".
[2] Jurnal Pendidikan Seni Rupa Undiksha Vol. 7(2), pp. 77-96, 2017, "TENUN ENDEK MASTULI DI DESA KALIANGET, KECAMATAN SERIRIT, KABUPATEN BULELENG".
[3] KKN STAHN Mpu Kuturan
Komentar atas Endek Mastuli: Tenun Sutra Khas Desa Kalianget, Proses, Fungsi, dan Keunikan Motifnya
Formulir Penulisan Komentar
Layanan Mandiri
Silakan datang / hubungi perangkat Desa untuk mendapatkan kode PIN Anda.
Masukkan NIK dan PIN!
Statistik Kunjungan
Hari ini | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
Kemarin | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
Jumlah Pengunjung | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
- Endek Mastuli: Tenun Sutra Khas Desa Kalianget, Proses, Fungsi, dan Keunikan Motifnya
- Sejarah dan Keindahan Pura Jaya Prana di Desa Kalianget, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng
- SELAMAT HARI KARTINI
- SELAMAT HARI RAYA GALUNGAN DAN KUNINGAN
- POSYANDU DESA KALIANGET MARET 2025
- WISATA EDUKASI DI DESA KALIANGET
- SALINAN SURAT EDARAN GUBERNUR BALI NO 06 TAHUN 2025 TENTANG MEMPERDENGARKAN DAN ATAU MENYANYIKAN LA