Desa Kalianget

Legenda Cinta Jayaprana dan Layonsari, Asal Usul Pura Jayaprana di Desa Kalianget, Bali

Pura Jayaprana adalah sebuah pura suci yang terletak di Desa Kalianget, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali. Pura ini dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada I Jayaprana, seorang tokoh legendaris dalam cerita rakyat Bali yang dikenal karena kesetiaan dan cinta sejatinya kepada sang istri, Ni Layonsari.  Ingin tahu kisah lengkap di balik pura ini? Yuk baca sejarah Pura Jayaprana dan temukan makna cinta abadi yang menginspirasi hingga kini.

Di ujung utara Pulau Bali, tepatnya di Desa Kalianget, Buleleng, hidup sepasang suami istri miskin bersama tiga orang anak. Mereka menjalani kehidupan dengan penuh kesederhanaan. Namun, sebuah wabah mematikan tiba-tiba melanda desa mereka. Dalam sekejap, keempat anggota keluarga t ersebut meninggal dunia. Hanya satu yang selamat, yaitu anak bungsu bernama I Jayaprana. Jayaprana, yang baru berusia dua belas tahun, hidup sebatang kara. Dalam keputusasaan, ia memutuskan untuk mengabdi di istana Raja Kalianget. Di sana, ia dikenal sebagai anak muda yang tampan, rajin, dan penuh dedikasi. Karena kesetiaannya, Jayaprana pun menjadi orang kepercayaan raja.

Seiring berjalannya waktu, Jayaprana tumbuh menjadi pemuda dewasa. Raja yang sangat menyayanginya pun memberinya kepercayaan untuk memilih pasangan hidup. Jayaprana kemudian jatuh hati kepada Ni Layonsari, putri Jero Bendesa dari Banjar Sekar, yang ia temui di pasar. Kecantikan Layonsari membuat Jayaprana terpikat, dan ternyata, cinta itu bersambut. Setelah permohonan restu diberikan dan pernikahan direncanakan, sang raja bahkan menggelar upacara besar-besaran. Seluruh desa membantu membangun rumah dan balai untuk kedua mempelai. Namun, kebahagiaan mereka ternyata tak berlangsung lama.

Pada hari upacara pernikahan, ketika melihat Layonsari dari dekat, Raja Kalianget justru terpesona oleh kecantikannya. Dalam diam, ia menaruh hati pada istri Jayaprana sendiri. Didorong oleh nafsu dan rasa iri, raja pun menyusun rencana licik. Ia memerintahkan Patih Saunggaling agar membawa Jayaprana ke Teluk Terima, dengan alasan menjalankan tugas kerajaan menyelidiki perahu karam dan ancaman dari orang Bajo.Ni Layonsari yang bermimpi buruk malam sebelum keberangkatan Jayaprana, memohon agar sang suami tidak berangkat. Namun, Jayaprana merasa tidak pantas menolak titah raja. Ia percaya bahwa hidup dan mati adalah kehendak Tuhan.

Sesampainya di Teluk Terima, Saunggaling menunjukkan surat perintah raja yang menyatakan bahwa Jayaprana akan dibunuh dan Layonsari akan diambil oleh raja sebagai permaisuri. Dengan hati ikhlas, Jayaprana menerima nasibnya. Ia bahkan berkata, “Awalnya baginda menanam dan memelihara hamba, kini baginda mencabutnya. Hamba ikhlas demi raja.” Jayaprana pun dibunuh. Saat darahnya mengalir, harum semerbak memenuhi udara, gempa bumi mengguncang hutan, dan bunga-bunga jatuh dari langit seolah alam turut bersaksi atas kesucian cintanya. Berita kematian Jayaprana sampai ke telinga Layonsari. Tak kuasa menanggung duka, ia pun memilih bunuh diri dengan keris, menyusul suaminya ke alam baka.

Sebagai penghormatan atas cinta abadi mereka, masyarakat mendirikan Pura Jayaprana di Desa Kalianget, tepat di lokasi di mana Jayaprana disucikan. Dibangun pada tahun 1949, Pura Anyar Jayaprana kini menjadi objek wisata budaya di Buleleng yang ramai dikunjungi. Tempat ini bukan hanya destinasi religi, tetapi juga simbol cinta sejati, pengabdian, dan kesetiaan yang tak lekang oleh waktu.

Sumber: Widyalaya: Jurnal Ilmu Pendidikan Volume 1 No. 2 Tahun 2020, "NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM GEGURITAN JAYAPRANA"